Mengenai Saya

Foto saya
apa yang akan ku kerjakan,aq kerjakan... apa yang ku inginkan harus didapat...

Kamis, 07 Mei 2009

PENYEARAH DIODA

Penyearah Dioda

1. Prinsip Kerja Catu Daya Linear

Perangkat elektronika mestinya dicatu oleh suplai arus searah DC (direct current) yang stabil agar dapat bekerja dengan baik. Baterai atau accu adalah sumber catu daya DC yang paling baik. Namun untuk aplikasi yang membutuhkan catu daya lebih besar, sumber dari baterai tidak cukup. Sumber catu daya yang besar adalah sumber bolak-balik AC (alternating current) dari pembangkit tenaga listrik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat catu daya yang dapat mengubah arus AC menjadi DC. Pada tulisan kali ini disajikan prinsip rangkaian catu daya (power supply) linier mulai dari rangkaian penyearah yang paling sederhana sampai pada catu daya yang ter-regulasi.

2. PENYEARAH (RECTIFIER)

Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar-1 berikut ini. Transformator (T1) diperlukan untuk menurunkan tegangan AC dari jala-jala listrik pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang lebih kecil pada kumparan sekundernya.

Pada rangkaian ini, dioda (D1) berperan hanya untuk merubah dari arus AC menjadi DC dan meneruskan tegangan positif ke beban R1. Ini yang disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave). Untuk mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan transformator dengan center tap (CT) seperti pada gambar-2.

GAMBAR 2

Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai common ground.. Dengan demikian beban R1 mendapat suplai tegangan gelombang penuh seperti gambar di atas. Untuk beberapa aplikasi seperti misalnya untuk men-catu motor dc yang kecil atau lampu pijar dc, bentuk tegangan seperti ini sudah cukup memadai. Walaupun terlihat di sini tegangan ripple dari kedua rangkaian di atas masih sangat besar.

Gelombang setengah dengan filter C

Gambar 3 adalah rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor C yang paralel terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk gelombang tegangan keluarnya bisa menjadi rata. Gambar-4 menunjukkan bentuk keluaran tegangan DC dari rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor. Garis b-c kira-kira adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana pada keadaan ini arus untuk beban R1 dicatu oleh tegangan kapasitor. Sebenarnya garis b-c bukanlah garis lurus tetapi eksponensial sesuai dengan sifat pengosongan kapasitor.

Bentuk Gelombang

Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus (I) yang mengalir ke beban R. Jika arus I = 0 (tidak ada beban) maka kurva b-c akan membentuk garis horizontal. Namun jika beban arus semakin besar, kemiringan kurva b-c akan semakin tajam. Tegangan yang keluar akan berbentuk gigi gergaji dengan tegangan ripple yang besarnya adalah :

Vr = VM -VL

dan tegangan dc ke beban adalah Vdc = VM + Vr/2

Rangkaian penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki tegangan ripple (Vr) paling kecil. VL adalah tegangan discharge atau pengosongan kapasitor C, sehingga dapat ditulis :

VL = VM e -T/RC

Jika persamaan (3) disubsitusi ke rumus (1), maka diperole

Vr = VM (1 - e -T/RC)

Jika T <<>-T/RC 1 - T/RC»

sehingga jika ini disubsitusi ke rumus (4) dapat diperoleh persamaan yang lebih sederhana :

Vr = VM(T/RC)

VM/R tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan antara beban arus I dan nilai kapasitor C terhadap tegangan ripple Vr. Perhitungan ini efektif untuk mendapatkan nilai tegangan ripple yang diinginkan.

Vr = I T/C

Rumus ini mengatakan, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan ripple akan semakin besar. Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar, tegangan ripple akan semakin kecil. Untuk penyederhanaan biasanya dianggap T=Tp, yaitu periode satu gelombang sinus dari jala-jala listrik yang frekuensinya 50Hz atau 60Hz. Jika frekuensi jala-jala listrik 50Hz, maka T = Tp = 1/f = 1/50 = 0.02 det. Ini berlaku untuk penyearah setengah gelombang. Untuk penyearah gelombang penuh, tentu saja frekuensi gelombangnya dua kali lipat, sehingga T = 1/2 Tp = 0.01 det.

Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan menambahkan kapasitor pada rangkaian gambar 2. Bisa juga dengan menggunakan transformator yang tanpa CT, tetapi dengan merangkai 4 dioda seperti pada gambar-5 berikut ini.

Gelombang penuh dengan filter C

Sebagai contoh, anda mendisain rangkaian penyearah gelombang penuh dari catu jala-jala listrik 220V/50Hz untuk mensuplai beban sebesar 0.5 A. Berapa nilai kapasitor yang diperlukan sehingga rangkaian ini memiliki tegangan ripple yang tidak lebih dari 0.75 Vpp. Jika rumus (7) dibolak-balik maka diperoleh.

C = I.T/Vr = (0.5) (0.01)/0.75 = 6600 uF

Untuk kapasitor yang sebesar ini banyak tersedia tipe elco yang memiliki polaritas dan tegangan kerja maksimum tertentu. Tegangan kerja kapasitor yang digunakan harus lebih besar dari tegangan keluaran catu daya. Anda barangkali sekarang paham mengapa rangkaian audio yang anda buat mendengung, coba periksa kembali rangkaian penyearah catu daya yang anda buat, apakah tegangan ripple ini cukup mengganggu. Jika dipasaran tidak tersedia kapasitor yang demikian besar, tentu bisa dengan memparalel dua atau tiga buah kapasitor.

3. Voltage Regulator

Rangkaian penyearah sudah cukup bagus jika tegangan ripple-nya kecil, namun ada masalah stabilitas. Jika tegangan PLN naik/turun, maka tegangan outputnya juga akan naik/turun. Seperti rangkaian penyearah di atas, jika arus semakin besar ternyata tegangan dc keluarnya juga ikut turun. Untuk beberapa aplikasi perubahan tegangan ini cukup mengganggu, sehingga diperlukan komponen aktif yang dapat meregulasi tegangan keluaran ini menjadi stabil.

Regulator Voltage berfungsi sebagai filter tegangan agar sesuai dengan keinginan. Oleh karena itu biasanya dalam rangkaian power supply maka IC Regulator tegangan ini selalu dipakai untuk stabilnya outputan tegangan.

Berikut susunan kaki IC regulator tersebut.

IC Regulator

Misalnya 7805 adalah regulator untuk mendapat tegangan +5 volt, 7812 regulator tegangan +12 volt dan seterusnya. Sedangkan seri 79XX misalnya adalah 7905 dan 7912 yang berturut-turut adalah regulator tegangan -5 dan -12 volt.

Selain dari regulator tegangan tetap ada juga IC regulator yang tegangannya dapat diatur. Prinsipnya sama dengan regulator OP-amp yang dikemas dalam satu IC misalnya LM317 untuk regulator variable positif dan LM337 untuk regulator variable negatif. Bedanya resistor R1 dan R2 ada di luar IC, sehingga tegangan keluaran dapat diatur melalui resistor eksternal tersebut.

Rangkaian regulator yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar 6. Pada rangkaian ini, zener bekerja pada daerah breakdown, sehingga menghasilkan tegangan output yang sama dengan tegangan zener atau Vout = Vz. Namun rangkaian ini hanya bermanfaat jika arus beban tidak lebih dari 50mA.

Regulator Zener

Prinsip rangkaian catu daya yang seperti ini disebut shunt regulator, salah satu ciri khasnya adalah komponen regulator yang paralel dengan beban. Ciri lain dari shunt regulator adalah, rentan terhadap short-circuit. Perhatikan jika Vout terhubung singkat (short-circuit) maka arusnya tetap I = Vin/R1. Disamping regulator shunt, ada juga yang disebut dengan regulator seri. Prinsip utama regulator seri seperti rangkaian pada gambar 7 berikut ini. Pada rangkaian ini tegangan keluarannya adalah:

Vout = VZ + VBE

VBE adalah tegangan base-emitor dari transistor Q1 yang besarnya antara 0.2 - 0.7 volt tergantung dari jenis transistor yang digunakan. Dengan mengabaikan arus IB yang mengalir pada base transistor, dapat dihitung besar tahanan R2 yang diperlukan adalah :

R2 = (Vin - Vz)/Iz

Iz adalah arus minimum yang diperlukan oleh dioda zener untuk mencapai tegangan breakdown zener tersebut. Besar arus ini dapat diketahui dari datasheet yang besarnya lebih kurang 20 mA.

Regulator Zener Follower

Jika diperlukan catu arus yang lebih besar, tentu perhitungan arus base IB pada rangkaian di atas tidak bisa diabaikan lagi. Dimana seperti yang diketahui, besar arus IC akan berbanding lurus terhadap arus IB atau dirumuskan dengan IC = bIB. Untuk keperluan itu, transistor Q1 yang dipakai bisa diganti dengan transistor Darlington yang biasanya memiliki nilai b yang cukup besar. Dengan transistor Darlington, arus base yang kecil bisa menghasilkan arus IC yang lebih besar.

Teknik regulasi yang lebih baik lagi adalah dengan menggunakan Op-Amp untuk men-drive transistor Q, seperti pada rangkaian gambar 8. Dioda zener disini tidak langsung memberi umpan ke transistor Q, melainkan sebagai tegangan referensi bagi Op-Amp IC1. Umpan balik pada pin negatif Op-amp adalah cuplikan dari tegangan keluar regulator, yaitu :

Vin(-) = (R2/(R1+R2)) Vout

Jika tegangan keluar Vout menaik, maka tegangan Vin(-) juga akan menaik sampai tegangan ini sama dengan tegangan referensi Vz. Demikian sebaliknya jika tegangan keluar Vout menurun, misalnya karena suplai arus ke beban meningkat, Op-amp akan menjaga kestabilan di titik referensi Vz dengan memberi arus IB ke transistor Q1. Sehingga pada setiap saat Op-amp menjaga kestabilan :

Vin(-) = Vz

Regulator Dengan OP AMP

Dengan mengabaikan tegangan VBE transistor Q1 dan mensubsitusi rumus (11) ke dalam rumus (10) maka diperoleh hubungan matematis :

Vout = ( (R1+R2)/R2) Vz

Pada rangkaian ini tegangan output dapat diatur dengan mengatur besar R1 dan R2.

Sekarang mestinya tidak perlu susah payah lagi mencari op-amp, transistor dan komponen lainnya untuk merealisasikan rangkaian regulator seperti di atas. Karena rangkaian semacam ini sudah dikemas menjadi satu IC regulator tegangan tetap. Saat ini sudah banyak dikenal komponen seri 78XX sebagai regulator tegangan tetap positif dan seri 79XX yang merupakan regulator untuk tegangan tetap negatif. Bahkan komponen ini biasanya sudah dilengkapi dengan pembatas arus (current limiter) dan juga pembatas suhu (thermal shutdown). Komponen ini hanya tiga pin dan dengan menambah beberapa komponen saja sudah dapat menjadi rangkaian catu daya yang ter-regulasi dengan baik.

Regulator dengan IC

Hanya saja perlu diketahui supaya rangkaian regulator dengan IC tersebut bisa bekerja, tegangan input harus lebih besar dari tegangan output regulatornya. Biasanya perbedaan tegangan Vin terhadap Vout yang direkomendasikan ada di dalam datasheet komponen tersebut. Pemakaian heatshink (aluminium pendingin) dianjurkan jika komponen ini dipakai untuk men-catu arus yang besar. Di dalam datasheet, komponen seperti ini maksimum bisa dilewati arus mencapai 1 A.

Layang-layang Sebagai Pembangkit Listrik

Layang-layang Sebagai Pembangkit Listrik


Layang-layang memang hanya mainan. Tapi jangan remehkan, sebab di masa depan mainan ini justru akan jadi pembangkit energi. Saat angin bertiup kencang dan layang-layang dikaitkan ke generator, maka kita bisa menikmati listriknya.

“Ini lebih sederhana dari turbin angin yang membutuhkan begitu banyak materi,” jelas pakar energi Moritz Diehl dari Catholic University di Leuven, Belgia. “Dengan menghemat materi, artinya lebih ekonomis.” Biaya yang diperlukan membuat pembangkit listrik dari layang-layang hanya seperempat dari kincir angin.

Hemat Biaya

Faktor utama dalam memanfaatkan angin sebagai energi adalah mengetahui apakah tekanannya akan memperkuat kecepatan objek yang bergerak relatif bersamanya. Untuk alasan ini, kincir angin memang menghasilkan tekanan lebih kuat, yakni 8-10 kali lipat kecepatan angin.

Sedangkan layang-layang mampu menghasilkan energi yang sama kuat dengan tekanan angin jika tidak didukung struktur khusus. Ini disebabkan layang-layang memancarkan tekanan melalui jalurnya langsung. Kecepatan itu juga sangat tergantung pada kecepatan angin. Diehl bersama timnya telah melakukan pemodelan pembangkit listrik tenaga layang-layang dan terbukti pembangkit ini cukup andal

Dengan terus menerus memompa sebuah layangan, Diehl dan kawan-kawannya berhasil menghasilkan listrik sebesar 5 megawat dari layangan seluas 500 meter persegi dengan panjang tali 1,3 kilometer. Selain hemat biaya, menurut Dhiel, layangan bisa menjangkau ketinggian lebih tinggi daripada kincir angin. Makin tinggi lokasinya, makin besar pula tekanan anginnya dan makin besar energi yang dihasilkan.

Kendala

Sementara itu tim ilmuwan dari Delft University of Technology di Belanda juga menciptakan ide serupa. Hanya mereka menerbangkan sejumlah besar layang-layang sekaligus dalam satu jalur seluas 10 kilometer di angkasa. Sistem ini sama kinerjanya dengan roda air. Sistem yang dinamakan Laddermill ini mampu menghasilkan listrik sebesar 100 megawat.

Semua ide tersebut memang cukup cemerlang, hanya tak semudah itu untuk mengomerslkannya. Masih ada beberapa kelemahan, seperti layang-layang bersifat tidak stabil. “Layang-layangnya kelamaan akan berukuran tambah besar dan banyak, dan bisa menelurkan masalah kebutuhan materi dan daya tahan,” komentar Bernhard Hoffschmidt dari Solar-Institute Jülich di Aachen University in Germany.

Rabu, 06 Mei 2009

PENGARUH KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN

PENGARUH KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN TERHADAP ARUS NETRAL DANLOSSES PADA TRAFO DISTRIBUSI

pembangkit

Persoalan Pokok pada Pembangkit Tenaga Listrik

Pembangkit yang biasa digunakan pada suatu sistem tenaga listrik (TL)terdiri dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan unit-unit thermal.Pembangkit-pembangkit itu sekarang ini umumnya sudah berhubungan satu dengan yang lainnya atau sudah terinterkoneksi. Setelah beroperasi dalam waktu tertentu maka dari pembangkit-pembangkit itu ada yang keluar. Hal ini disebabkankarena pertama ada unit pembangkit yang rusak tentunya perlu diganti. Kedua ada pembangkit yang istirahat untuk keperluan pemeliharaan. Salah satu contoh rencana pemeliharaan unit pembangkit adalah dengan menggunakan metodeLevelized Resh dari Gaever. Namun dalam aplikasinya harus dibagi dalam dua kriteria pertama unit pembangkit bisa dikeluarkan tanpa adanya penyesuaian. Ke dua unit pembangkit yang dikeluarkan harus diatur dalam kurun waktuyang terbatas. Dengan demikian berarti pada waktu tertentu ada unit pembangkit yang keluar dari sistem, sehingga akan menimbulkan perubahan pada biaya produksi. Tapi setelah habis masa pemeliharaan (overhaul) harus dilakukan evaluasi koefisien ongkos pembebanan hal ini dilakukan untuk memperoleh akurasi yang baik. Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah bagaimana meminimumkan ongkos tapi memenuhi tingkat sekuriti. Biasanya pada operasi pembangkit thermal biaya yang dihitung hanyalah biaya bahan bakar, halini karena komponen biaya yang lainnya dinaggap konstan. Berarti kalau saja bisa dihemat penggunaan bahan bakar itu maka pengeluaran biaya pada pengoprasian sistem tenaga listrik bisa dikurangi. Sementara itu beban yang akan dilayaninya berubah-ubah menurut waktu, jadi yang penting adalah bagaimana dalam oprasi pembangkit hidro-thermal itu bisa dihemat penggunaanbahan bakar. Kemudian dengan menggunakan metode dynamic programing dapat dicari alternatif pembebanan hidro thermal yang optimum. Sedangkan kemampuan pembangkit thermal dapat diketahui dengan menggunakan effective capabilitydari Gaever :

C" = C - M In (1-r+r.Cc/m)

Di mana : C" = Effective capability (MW)
C = Installed capacity
M = System characteristic
r = FOR (forced outage rate)

Dan untuk pembangkit hidro kemampuan maximun bisa diketehui dari model oprasi dan situasi air.

Optimasi Hidro Thermis

Dalam pengoprasian unit pembangkit thermal dan hidro yang perlu dilakukan adalah mencari sistem pembebanan yang optimum.

Gambar 1Gambar 1 menunjukkan jalur pembagian beban untuk beban harian dari suatusistem unit pembangkit hidro-termis. Setelah jalur itu ditentukan, maka kemudian dalam jalur beban unit pembangkit termis perlu dibuat jadual operasi unit-unit pembangkit yang optimum. Hal ini timbul karena efisiensi unit pembangkit termis tergantung pada pembebanannya dan unit PLTU kebanyakan tidak dapat dioperasikan star-stop dalam waktu kurang dari dua jam. Hal ini karena PLTU itu tidak bisa diberi beban yang rendah sedang kalau diberi beban rendah maka efisiensinya akan turun. Selain dari itu memberhentikan unit PLTU untuk satu/dua hari saja umumnya tidak bisa diikuti dengan pemadaman api ketel sama sekali, sehingga ada no load loss. Untuk unit PLTG star-stopharus diperhitungkan dengan "time between overhaul", di mana makin sering unit PLTG mengalami star-stop dalam operasinya makin pendek"time between over haulnya karena star-stop langsung menambah keausan(detoration) turbin gas. Mengingat hal-hal tersebut di atas maka jadwal operasi (star-stop) unit-unit termis perlu dioptimasikan dan untuk keperluanitu maka digunakanlah metode " dynamic program ". Sementara itu untuk mencari jalur yang optimum dapat digunakan metoda gradient, metoda dynamic programing atau prioryty curve. Dalam proses optimasi hidro-termisitu ada dua hal yang perlu diperkirakan terlebih dahulu yaitu :

  • Beban sebagai fungsi waktu
  • Jumlah air yang tersedia pada pembangkit hidro

Optimasi hidro-termis itu merupakan optimasi jangka pendek yaitu sampai dengan jangka waktu satu minggu mengingat bahwa beban harian (setiap jam)serta perkiraan air yang masuk ke pembangkit sukar diperkirakan secara teliti untuk jangka waktu lebih dari satu minggu.

Keandalan

Keandalan kapasitas pembangkit didefenisikan sebagai persesuaian antara kapasitas pembangkit yang terpasang terhadap kebutuhan beban. Dengan demikian sistem pemabngkit itu akan mampu melayani kebutuhan beban secara kontinyu.Jika pembebanan melebihi kapasitas beban pembangkit maka akan mengakibatkan hilangnya beban (loss of load) atau kapasitas yang tersedia tidak mampulagi mengatasi beban yang harus dilayani. Hal inilah yang mengakibatkan sistem menjadi tidak handal, oleh karena itu kapasitas terpasang di dalam sistem harus selalu lebih besar dari beban puncak sistem. Di mana kelebihanbeban itu digunakan sebagai cadangan untuk mempertahankan keandalan sistem pada setiap operasi.

Dalam kaitan itu maka dibutuhkan suatu ukuran untuk mengetahui tingkat keadan dalan dari suatu sistem yaitu dengan mengetahui indeks keandalan.. Indeks keandalan itu sendiri adalah ukuran tingkat keandalan dari suatu sistem pembangkit. Di mana makin kecil indeks keandalan maka makin baik tingkat keandalannya. Sedang metoda yang biasa digunakan untuk menentukan indeks itu adalah dengan metoda LOLP (loss of load probability) atau sering dinyatakan sebagai LOLE (loss of load expectation). Probabilitaskehilangan beban adalah metode yang dipergunakan untuk mengukur tingkat keandalan dari suatu sistem pembangkit dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya peristiwa sistem pembangkit tidak dapat mensuplai beban secara penuh. Nilai probabilitas kehilangan beban dinyatakan dalam besaran haripertahun, yang berarti sejumlah hari dalam satu tahun kemungkinan terjadinya daya tidak tersedia (capacity outage) lebih besar dari kapasitas cadangan(reserved capacity). Jadi nilai tersebut merupakan resiko tahunan yang dihadapi oleh sistem pembangkit dalam melayani kebutuhan beban. Sementara itu kehilangan beban hanya akan terjadi bila kapasitas pembangkitan yang tersedia dalam pelayanan lebih kecil dari tingkat beban. Kapasitas pembangkit yang tersedia bisa diketahui dengan probalitas berarti hal ini menggunakan metode stastik. Adapun dasar statitiknya adalah probabilitas suatu unit yang gagal dan unit pembangkit yang berada dalam keadaan berkurang kapasitasnya karena kegagalan. Sedangkan untuk menghitung probabilitas daya tak tersedia digunakan cara pertama hukum binomial yaitu untuk sistem dengan unit-unit pembangkit yang indentik. Ke dua persamaan rekursif digunakan untuk sistem dengan unit-unit pembangkit yang indentik. Sementara itu probalitas tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk pertama probalitas pasti p(x) yang menyatakan probabilitas terjadinya daya tidak tersedia sebesar x MW. Ke dua probabilitas kumulatif P(x) yang menyatakan probabilitas terjadinya data tidak tersedia sebesar x MW. Gambar 2

Dalam sistem tenaga listrik suatu unit pembangkitnya mempunyai dua keadaanya itu keadaan tersedia (up) dan keadaan tak tersedia (down). Interval ab menggambarkan perieda operasi di antara dua keadaan kegagalan. Bila interval waktu yang diamati banyak, maka waktu rata-rata di antara kegagalan (MTBF)adalah :

MTBF = Jumlah periode operasi / Jumlah kegagalan

MTBF ini menggambarkan keadaan tersedia rata-rata dan dinyatakan dalam dengan m. Interval cd menggambarkan keadaan tidak tersedia (down state)di antara dua keadaan operasi (up). Bila interval yang diamati banyak,maka waktu rata-rata tidak tersedia di antara dua keadaan operasi yang dinyatakan r adalah :

r = waktu jatuh total/jumlah keadaan jatuh total

Dari uraian di atas ternyata bahwa probabilitas unit berada dalam keadaantersedia (up) adalah :

Pup = m / (m+r)

Pada persamaan di atas m adalah waktu operasi rata-rata dan (m + r)adalah waktu siklus rata-rata yang dinyatakan dengan T analog dengan persamaan(1), ketidak tersediaan suatu unit pembangkit di dalam sistem dapat pula dinyatakan dengan :

Pdown = r / (m+r) = r / R = Q

Ketidak tersediaan suatu unit pembangkit dalam sistem sering pula disebut sebagai angka gagal paksa (FOR = forced outage rate) dari unit pembangkit tersebut. Ke dua keadaan di atas (up dan down) merupakan komplementer dan karenanya mempunyai hubungan R + Q = 1.

Model Beban

Gambar 3Model beban dimaksudkan untuk menyatakan beban pada musiman yaitu beban mingguan, harian, tiap jam bahkan tahunan. Kecenderungan beban digambarkan sebagai beban rata-rata dalam interval-interval waktu yang berbeda. Beban tersebut dipengaruhi juga oleh kondisi cuaca dan ketidak pastian peramalan beban. Sementara itu model kehilangan beban yang digunakan untuk menghitung indeks perkiraan kehilangan beban (LOLE) adalah beban puncak harian selama periode yang diamati. Beban puncak harian tersebut dapat langsung dipakai untuk menghitung indeks keandalan LOLE atau beban puncak harian tersebut disusun dalam bentuk kumulatif. Adapun beban pembangkit itu sifatnya tidak konstan, di mana perubahan kecepatannya dalam MW permenit perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan keausan yang berlebihan.

Perubahan beban pembangkit ada tiga macam :

  • Perubahan beban harian yaitu untuk mengikuti perubahan dalam satu hari.
  • Perubahan beban mingguan yaitu untuk menghadapi perubahan bebanpada hari Saptu dan Minggu yang bebannya lebih rendah dari pada beban harikerja.
  • Perubahan beban untuk menghadapi hari libur khusus, karena beban pada hari libur khusus lebih rendah dari pada beban hari minggu.

Perubahan beban tersebut dapat direncanakan dalam mingguan berdasarkan hasil perhitungan optimasi hidro-termis dan berdasarkan jadual operasi unit pembangkit. Namun untuk keperluan pengaturan online Economic Load Dispatch dan pengaturan frekuensi harus dipilih unit-unit pembangkit yang mampu mengikuti perubahan beban yang relatif cepat. Unit-unit pembangkitdengan bahan bakar minyak dapat mengikuti program on-line Economic Load Dispatch dan program Kontrol Frekuensi dengan tetap memperhatikan kendala-kendala yang berlaku untuk unit pembangkit yang bersangkutan.

Daftar Pustaka

  1. Power Generations ang Control, Allen J Wood Bruce F, Wollen berg, byJohn Wiley & Sons Ins, 1984, New York.
  2. Power System Analysis and Stability, SS Vedhera, Khama Publisher Delhi,1981, New Delhi.
  3. Medrn Power System Analysis, IJ Ngrath-Dp Khotari, Tata McGraw HillPublishing Company Limited, 1980, New Delhi. SPLN 68 IA Pembangkitan, 1986,Jakarta. Penulis adalah dosen Teknik Elektro FT UMJ dan alumni FT UGM Yogyakarta

Daftar Blog TEMAN-TEMON

Pengikut